Perang Timur Tengah di Era Trump: Stabilitas atau Ketegangan Meningkat?
Fokus utama berita hari ini
Pada era pemerintahan Presiden Donald Trump, Timur Tengah mengalami perubahan besar, terutama dalam hal ketegangan dan diplomasi. Salah satu kebijakan paling signifikan adalah penarikan Amerika Serikat dari perjanjian nuklir Iran pada tahun 2018, yang diikuti oleh penerapan sanksi berat terhadap Iran.
Langkah ini berdampak pada perekonomian Iran dan memicu ketidakstabilan di kawasan. Sanksi yang dikenal sebagai “Caesar Act” juga diterapkan pada Suriah, yang semakin memperkeruh situasi di Timur Tengah dengan mencegah upaya rekonstruksi dan melumpuhkan ekonomi lokal
.
Di sisi lain, Trump juga mempertemukan Israel dengan beberapa negara Arab melalui perjanjian yang dikenal sebagai Abraham Accords. Kesepakatan ini memperbaiki hubungan diplomatik Israel dengan Uni Emirat Arab, Bahrain, Sudan, dan Maroko. Namun, perjanjian tersebut menimbulkan reaksi keras dari Palestina yang merasa perjanjian ini mengkhianati perjuangan mereka untuk kemerdekaan
Ketegangan terbaru menunjukkan eskalasi di Gaza, Lebanon, dan bahkan potensi keterlibatan Iran, yang menurut Presiden Rusia Vladimir Putin, dapat menempatkan Timur Tengah di ambang perang skala penuh. Putin juga menekankan bahwa solusi dua negara untuk konflik Israel-Palestina adalah kunci untuk mencapai stabilitas yang berkelanjutan di kawasan tersebut.
Dengan berbagai faktor yang mempengaruhi stabilitas di Timur Tengah, masa depan kawasan ini masih tidak pasti. Saran bagi investor dan analis yang memantau wilayah ini adalah tetap waspada terhadap perubahan kebijakan luar negeri AS dan dinamika diplomatik yang dapat mengubah lanskap geopolitik secara tiba-tiba.